Berry dan Houston (1993) mengatakan bahwa teori
keadilan yang dikemukakan oleh J. Stacy Adam pada tahun 1965 merupakan teori
kognitif motivasi kerja. Teori keadilan menyatakan bahwa manusia mempunyai
pikiran, perasaan, dan pandangan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Teori ini
diciptakan secara khusus untuk memprediksi pengaruh imbalan terhadap perilaku
manusia. Adam mengemukakan bahwa individu-individu akan membuat perbandingan-perbandingan
tertentu terhadap suatu pekerjaan. Perbandingan-perbandingan
tersebut sangat mempengaruhi kemantapan pikiran dan perasaan mereka mengenai
imbalan, serta menghasilkan perubahan motivasi dan perilaku. Teori ini
menjelaskan bahwa individu membandingkan rasio usaha mereka dan imbalan dengan
rasio usaha dan imbalan pihak lain yang dianggap serupa (similar). Teori
motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan
untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. Persepsi keadilan tersebut
akan menjelaskan berbagai sikap dan perilaku kerja. Teori ini berbasis pada teori pertukaran sosial (Tyler, 1994).
Setiap individu mengharapkan bahwa mereka akan mendapatkan pertukaran usaha dan
imbalan secara adil dari organisasi.
Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar, yaitu :
i) Individu
berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan.
ii) Apabila
dirasakan ada kondisi ketidakadilan, kodisi ini menimbulkan ketegangan yang
memotivasi individu untuk menguranginya atau menghilangkannya.
iii) Semakin besar
persepsi ketidakadilannya, semakin besar motivasinya untuk bertindak mengurangi
kondisi ketegangan itu.
iv)
Individu akan
mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan (misalnya, menerima gaji
terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan
(misalnya, mendapatkan gaji terlalu besar).
Elemen teori ini
bersandar pada tiga asumsi (Carrel & Dittrich, 1978)
1.
Teori ini menganggap bahwa orang mengembangkan
kepercayaannya tentang apa yang menyebabkan hasil yang adil dan sebanding atas
kontribusi yang diberikan dalam pekerjaannya.
2.
Teori ini beranggapan bahwa orang cenderung
membandingkan apa yang dipersepsikan harus menjadi tukaran mereka dengan
organisasi atau majikan dengan apa yang ditukarkan orang lain dengan organisasi
atau majikannya.
3.
Teori ini juga beranggapan bahwa ketika orang
percaya bahwa hal tersebut tidak sebanding, maka mereka termotivasi untuk
melakukan sesuatu.
Terdapat empat ukuran
penting di dalam teori tersebut (Gibson et
al., 1985):
1.
Orang : individu yang merasakan bahwa dirinya
diperlakukan adil atau tidak adil.
2.
Perbandingan dengan orang lain : Setiap kelompok
atau orang yang serupa dibandingkan oleh seseorang sebagai pembanding rasio
usaha dan imbalan.
3.
Masukan (input) : karakteristik individual yang
dibawa ke dalam pekerjaan, seperti keberhasilan usaha dan karakteristik bawaan.
4.
Perolehan (outcome) : Apa yang diterima individu
dari pekerjaannya (penghargaan, upah dan tunjangan).
Berdasarkan pada rasio
tersebut, ketidakadilan akan muncul ketika individu mempersepsikan bahwa rasio
antara masukan dan perolehan yang diperolehnya lebih besar atau kurang
dibandingkan pihak lain yang dijadikan referensi oleh individu tersebut (Adams,
1963 dalam Gibson et al., 1985).
Figur 1. Rasio Equity
Rasio equity:
Persepsi individu akan
outcome Persepsi individu akan outcome
yang seharusnya
diperolehnya > yang seharusnya diperoleh
orang lain
Persepsi individu tentang
input = Persepsi
individu tentang input
Yang diberikannya < yang diberikan orang lain
= adil
> merasa bersalah (guilty)
< marah (anger)
Manfaat yang dapat diperoleh manajer dari teori keadilan untuk meningkatkan performa pegawai :
a.
Menyarankan
bahwa manajer perlu menyediakan hasil akhir yang dipersepsikan oleh individu
sebagai relevan dengan kebutuhannya. Sebagai contoh, sebuah penelitian pegawai
perusahaan pelayanan umum menunjukkan bahwa jaminan pekerjaan merupakan hasil
akhir terpenting bagi pegawai administrasi, sementara pekerja produksi
mementingkan upah di atas semua hasil akhir lainnya. Kesempatan untuk maju
menempati urutan kedua bagi pekerja produksi tetapi relatif tidak begitu
penting bagi pekerja administrasi.
b.
Manajer perlu
merencanakan sistem kompensasi yang dapat menghindari dampak yang merusak
performa dari ketidakadilan imbalan yang kurang. Peningkatan dalam absensi,
perputaran pegawai dan perilaku yang mengganggu merupakan gejala percobaan
untuk menghilangkan ketidakadilan yang dipersepsikan.
c.
Manajer perlu
untuk selalu mengingat bahwa imbalan berlebihan tidak selalu berakibat produksi
bertambah atau perbaikan performa. Individu mampu untuk merasionalisasikan
imbalan lebih yang sangat besar. Juga dalam hal manajer mampu menciptakan
ketidakadilan imbalan lebih, pegawai dengan cepat dapat menyesuaikan diri
dengan tingkat imbalan yang tinggi. Hal ini mungkin terjadi terutama dalam
situasi dimana pekerja tidak jelas mengetahui tingkat performa, kualifikasi
sebelumnya dan tingkat kompensasi dari sumber referensi.
Dari sisi siapa yang
digunakan untuk memberi penilaian atas keadilan akan menjadi penting (Pinder,
1984) atau penilaian subyektif keadilan (dalam Faturochman, 2002). Selanjutnya
individu akan memilih siapa yang menjadi referensi pembanding untuk menetapkan
persepsi adil atau tidak (Festinger, 1959 dalam Pinder, 1984). Jika individu
mempersepsikan ketidakadilan maka individu tersebut akan merubah upaya kerja
untuk mencapai keadilan (changing effort
to restore equity) atau merubah cara pandang/ kognisi untuk mencapai
keadilan (changing cognitions to restore
equity). Beberapa contoh pemulihan keadilan yang dilakukan individu atau
karyawan (Gibson et al., 1985):
1.
Perubahan masukan. Karyawan dapat menentukan bahwa
ia akan mempergunakan lebih sedikit waktu atau usaha untuk pekerjaan.
2.
Perubahan perolehan. Karyawan dapat menetukan untuk
memproduksi unit lebih banyak karena penerapan sistem upah per potong.
3.
Perubahan sikap. Karyawan dapat bersikap kurang
bersungguh-sungguh terhadap pekerjaannya.
4.
Mengubah/ mengganti orang yang menjadi pembanding.
Perubahan orang yang digunakan sebagai pembanding dalam upaya memulihkan
keadilan.
5.
Mengubah masukan atau perolehan orang yang dijadikan
pembanding. Upaya ini dapat pula dilakukan untuk memulihkan keadilan.
6.
Mengubah situasi. Keluar dari pekerjaan tersebut
adalah upaya untuk mengubah perasaan tidak adil.
Inti teori ini terletak
pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara
usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima.
Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang
diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
a.
Seorang akan
berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar
Dalam menumbuhkan suatu
persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai
pembanding, hal itu antara lain :
a.
Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
b. Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
c. Imbalan
yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
d.
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada
nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
Sumber:
Timpe, A. Dale. 1999. Seri Manajemen Sumber Daya
Manusia: Memotivasi Pegawai. PT. Gramedia Asri Media : Jakarta
Tjahjono,
Heru Kurnianto. Perbandingan Equity Theory, Goal Setting Theory, Dan Expectancy
Theory; Tinjauan Psikologi Kognitif.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sports Betting in korea - legalbet.co.kr
BalasHapusSports Betting 1xbet 먹튀 in korea. KOREA KOREA KOREA. KOREA KOREA. Sports Betting. KOREA KOREA. Sports Betting. KOREA KOREA. Sports Betting. KOREA. Sports Betting. KOREA. Sports Betting. KOREA.